Dewi Sri dalam Tulisan & Dongeng Digital

Zanell
8 min readMar 19, 2024

--

Esai oleh: Sukma Wahyu, Zanell Aura

Cerita rasanya akan selalu diminati manusia. Mau dalam bentuk apapun, pasti akan selalu ada peminatnya masing-masing. Seperti buku sastra, walaupun dikatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia rendah, tetap ada yang membeli sastra dan menikmatinya. Film juga, tetap banyak orang yang membeli dan menonton film di layar bioskop atau pada streaming service.

Dahulu dikenal dengan adanya sastra lisan. Cerita dituturkan dari mulut ke telinga, lalu ke mulut dan ke telinga lain. Contohnya cerita si kancil yang kondang di masyarakat. Sebelum banyak dibukukan dan menjadi teman baca anak-anak kecil, cerita fabel Si Kancil dulunya adalah sebatas cerita dongeng yang berkembang lewat mulut. Walaupun fabel Si Kancil ini sudah menjadi cerita yang mengakar dan selalu ada di setiap daerah, terutama Jawa, cerita ini memiliki banyak perbedaan.

Perbedaaan, atau dalam filologi disebut dengan variasi, ini bukan sesuatu yang baru, apalagi mengancam keberadaan sebuah cerita. Buktinya, cerita wayang punya banyak sekali perbedaan sudut pandang, perbedaan sanggit para dalang membuat wayang di Indonesia semakin menarik untuk diulik.

Seperti cerita Dewi Sri. Sebuah cerita yang dekat dengan kehidupan rakyat agraris. Dewi Sri menjadi cerminan dari hubungan manusia dengan alam dan siklus pertanian. Dalam cerita yang beredar, peran Dewi Sri tidak hanya sebagai sosok yang memberi berkah kepada para petani, tetapi juga sebagai pelindung dan pemelihara tanaman pangan yang menjadi kehidupan masyarakat agraris.

Dalam berbagai buku mengenai mitologi dan cerita rakyat, cerita Dewi Sri sering diangkat sebagai salah satu narasi yang menarik untuk dieksplorasi. Buku-buku ini menyajikan berbagai versi cerita Dewi Sri, baik yang terinspirasi dari tradisi lisan maupun karya sastra yang tertulis. Melalui buku, pembaca dapat menemukan detail-detail yang kaya akan tradisi pertanian, budaya lokal, hingga nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita perjalanan Dewi Sri.

Seperti cerita Dewi Sri pada data pertama yang dituangkan dalam buku berjudul “Dewi Sri Ceritera Rakyat dari Daerah Surakarta, Jawa Tengah” yang diterbitkan oleh Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang menceritakan berbagai konflik, yakni awal mula Dewi Sri meninggalkan istana hingga Dewi Sri menjadi bidadari di kahyangan. Dengan gambaran yang mendetail, buku ini menjadi sumber pengetahuan bagi mereka yang ingin memahami lebih dalam tentang mitologi Jawa dan pesan-pesan yang tersembunyi dalam cerita Dewi Sri.

Minamiuonuma, Niigata (sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e1/Minamiuonuma_Paddy.jpg/800px-Minamiuonuma_Paddy.jpg)
Bentangan tumbuhan padi (sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/e1/Minamiuonuma_Paddy.jpg/800px-Minamiuonuma_Paddy.jpg)

Selain itu, cerita Dewi Sri juga seringkali ditemukan dalam berbagai bentuk media, termasuk pada platform video populer seperti YouTube. Di YouTube pengguna dapat menemukan beragam versi cerita Dewi Sri, mulai dari animasi pendek hingga narasi lengkap yang disertai ilustrasi. Video-video tersebut tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkaya pengetahuan penonton dengan kearifan budaya dan nilai tradisional yang tersirat dalam kisah legendaris Dewi Sri. Salah satunya adalah dari data kedua, yang diambil dari Channel “Teror Sang Penunggu” yang berjudul “Legenda Dewi Sri Versi Jawa Tengah Cerita Rakyat Jawa Tengah” di mana pada video tersebut menceritakan secara singkat kisah Dewi Sri yang dikutuk menjadi ular sawah hingga kembali pada wujud aslinya.

Dari kedua data ini, cerita dibuka dengan penceritaan tempat Dewi Sri dan keluarganya. Dewi Sri adalah putri dari seorang yang penguasa bernama Prabu Sri Mahapunggung yang pada Data 1 merupakan raja di negeri Purwacarita sedangkan pada Data 2 disebutkan berasal dari kerajaan Medang Kamulan dan Dewi Sri adalah titisan Dewi Widowati, kekasih Dewa Wisnu. Disebutkan pada Data 1 Dewi Sri memiliki adik tunggal bernama Sadana, sedangkan pada Data 2 Dewi Sri mempunyai dua adik lagi yaitu Wandu dan Oya, tapi mereka tidak memiliki sumbangan cerita.

Dewi Sri dan Sadana adalah kakak-adik yang memiliki hubungan yang sangat dekat. Sadana sangat menghormati kakaknya itu. Maka ketika ayahnya, Prabu Sri Mahapunggung, memerintahkannya untuk menikah dengan Dewi Panitra. Yang artinya, Sadana harus mendahului Dewi Sri menikah, ia lalu menolak. Jawaban Sadana ini mengecewakan Prabu Sri Mahapunggung, bahkan pada Data 1, sang prabu diceritakan sampai mengusir Sadana. Sedangkan pada Data 2, Sadana merasa galau hingga ia memutuskan untuk pergi dari istana Medang Kamulan yang kemudian membuat Prabu Sri Mahapunggung menyalahkan segalanya kepada Dewi Sri. Mengetahui kenyataan yang terjadi, Dewi Sri ikut pergi meninggalkan istana. Keputusan ini membuat Prabu Sri Mahapunggung pada Data 2 murka hingga ia mengutuk kedua anaknya itu, Dewi Sri menjadi ular sawah dan Sadana menjadi burung sriti. Mereka kemudian bergerak tanpa tujuan.

Sedangkan pada Data 1, setelah mengetahui Dewi Sri menyusul adiknya, Prabu Sri Mahapunggung menitahkan prajuritnya untuk menyusul. Karena kedua anaknya tidak kunjung ditemukan atau kembali, Prabu Sri Mahapunggung mengandaikan mereka seperti ular sawah dan burung sriti. Ucapan sang prabu ini berujung seperti kutukan, Dewi Sri berubah menjadi ular sawah dan Sadana berubah menjadi burung sriti.

“Duhai putraku Sri Sadana, mengapa engkau berlarut-larut patah hati terhadap ayah bundamu? Akan berganti kulitkah kamu Sri, seperti ular sawah? Sedang engkau Sadana, apakah akan bersarang seperti burung sriti?”

Wayang Dewi Sri (sumber: https://fowler.ucla.edu/product/x2002-16-1-dewi-sri-shadow-puppet-wayang-purwa/)

Dewi Sri dalam wujud ular sawah terus melanjutkan perjalanannya terus hingga mencapai negeri Wiratha, di sana ia masuk ke sebuah dusun bernama Wasutira. Di Wasutira hidup seseorang bernama Kyai Wrigu (atau Bhrigu, pada Data 2) dan istrinya Ken Sanggi yang sedang hamil. Dari kedua data menyebutkan bahwa anak dalam kandungan Ken Sanggi adalah titisan dari Dewi Tiksnawati dan kelak anak itu akan dijaga oleh seekor ular sawah, Kyai Wrigu mengetahui soal ini dari seorang disebut Resiguru, menurut Data 1, sedangkan menurut Data 2, Wrigu tahu lewat mimpi. Setelah menerima pesan itu, Kyai Wrigu menemukan ular sawah di lumbung padinya, tanpa ia ketahui ular sawah itu adalah jelmaan Dewi Sri. ia kemudian merawat ular sawah itu. Kyai Wrigu dan Ken Sanggi memberi ular sawah dengan katak hijau. Tetapi dalam satu kesempatan, ular itu berbicara lewat mimpi kepada Kyai Wrigu agar ia jangan diberi katak sebagai makanan. Ular sawah penjelmaan Dewi Sri itu minta untuk diberi sesaji sedah ayu atau sesaji sirih ayu, bunga dan bau-bauan yang harum, setanggi serta lampu yang menyala terus. Sesaji ini juga berguna sebagai pemberi perlindungan kepada jabang bayi yang dikandung Ken Sanggi.

Kemudian tiba saatnya Dewi Tiksnawati turun menjelma ke kandungan Ken Sanggi. Hal ini membuat Suralaya, kahyangan tempat tinggal Batara Guru, gonjang-ganjing. Keadaan gawat ini bahkan membuat Batara Guru mengirim pencegahan. Pada Data 1 bahkan disebutkan Batara Guru mengirimkan usaha pencegahan sebanyak empat kali dan semuanya gagal karena perlindungan yang diberikan Dewi Sri dalam wujud ular sawahnya kepada sang bayi.

Wayang Batara Guru (sumber: https://www.roots.gov.sg/Collection-Landing/listing/1074269)

Batara Guru mengirimkan satu senjatanya lagi, yaitu para bidadari turun dan mengajak Dewi Sri agar bersedia bergabung menjadi bidadari yang otomatis ia juga kembali kepada wujud manusianya. Mendengar tawaran demikian, Dewi Sri yang masih dalam wujud ular sawahnya senang. Sebelum menerima tawaran tadi, Dewi Sri mengajukan syarat yaitu agar adiknya, Sadana, juga harus dikembalikan wujudnya dan pada Data 1 disebutkan Dewi Sri juga meminta agar Sadana dijadikan dewa di kahyangan.

Para bidadari mengatakan bahwa Sadana telah kembali berwujud manusia dan saat ini sudah dalam naungan ruwatan Begawan Brahmana Maharesi, putra Sang Hyang Brahma, di negeri Ngatasangin. Sadana juga sudah menikahi Dewi Laksmitawati. Dewi Sri senang mendengar keadaan adik tercintanya, ia kemudian menerima tawaran itu.

Sebelum terbang bergabung dengan para bidadari di kahyangan, Dewi Sri berpamitan dengan Kyai Wrigu lalu mengatakan siapa ia sebenarnya dan berpesan agar Kyai Wrigu tetap menyajikan sesaji apabila ingin senantiasa terpenuhi kebutuhannya.

Pada Data 1, diceritakan bahwa Dewi Sri tidak langsung terbang ke kayangan karena khawatir dengan nasib anak perempuan Kyai Wrigu yang baru lahir bila ia pergi. Bidadari kahyangan mengatakan kepada Dewi Sri bahwa bayi itu bukan lagi titisan Dewi Tiksnawati, melainkan Dewi Daruni yang harus menjalani hukuman. Barulah setelah mendengar penjelasan dari Dewi Nariti, salah satu bidadari yang mendatangi Dewi Sri, Dewi Sri kemudian terbang ke kahyangan sebagai bidadari baru.

Secara garis besar, perbedaan-perbedaan data 1 dan data 2 dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain dari segi latar belakang pengarang, dan sasaran pembaca. Seperti pada perbedaan data 1 mengenai pengusiran Sadana dan data 2 yang mana Sadana memutuskan untuk pergi sendiri tanpa adanya pengusiran yang telah disebutkan di atas. Alasan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pada data 1, dijelaskan bahwa peristiwa yang digambarkan sebagai pengusiran dalam cerita Dewi Sri kemungkinan merupakan hasil dari pemahaman mendalam pengarang, Jumeiri Siti Rumijah, terhadap konteks budaya dan sejarah Jawa Tengah. Sebagai seorang staf di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Siti Rumijah terlibat aktif dalam penelitian dan pelestarian warisan budaya tradisional Jawa, termasuk menyusun berbagai buku mengenai daerah tersebut. Dengan demikian, penggambaran pengusiran dalam cerita tersebut mungkin bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih akurat sesuai dengan konteks budaya dan sejarah yang dipahami oleh pengarang.

Sedangkan pada data 2, diceritakan bahwa Sadana memutuskan untuk pergi dari rumah tanpa ada pengusiran yang disebutkan pada data 1. Hal tersebut dapat dipahami dengan melihat latar belakang pengarang yang kami telusuri, yaitu artikel dari kanal KamiKamu. Fokus utama dari kanal tersebut adalah untuk mengumpulkan cerita dari berbagai daerah, kemungkinan dengan tujuan agar konten tersebut dapat diakses oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak. Oleh karena itu, dalam penulisan cerita, mungkin ada upaya untuk menyajikan cerita dengan cara yang lebih halus dan sesuai untuk kalangan yang lebih muda.

Selain itu, Data 1, buku Dewi Sri Ceritera Rakyat dari Daerah Surakarta, Jawa Tengah, pada kata pengantarnya disebutkan; disusun sebagai bentuk penghayatan nilai-nilai budaya dan menambah bahan bacaan dari berbagai daerah di Indonesia. Barang tentu dalam proses penyusunannya sudah melalui pertimbangan agar buku ini dapat diterima di banyak kalangan, dari anak SD hingga orang dewasa. Ada bagian yang diperhalus dan ada bagian yang ditekankan, seperti bagian-bagian yang mengandung nilai kependidikan dan moral Pancasila.

Berbeda dengan Data 2, video Youtube Legenda DEWI SRI Versi Jawa Tengah || Cerita Rakyat Jawa Tengah yang disusun oleh orang yang tidak terikat dengan instansi pendidikan maupun pemerintah. Di kanal Youtube-nya dituliskan tujuan dari kanalnya ini adalah sebagai edukasi dan penambah pengetahuan bersama. Teror Sang Penunggu dapat dengan bebas menyampaikan cerita apa yang ingin ia sampaikan.

Bila diperhatikan, ini adalah detail remeh tetapi menarik, pada nama Brigu memiliki perbedaan antara penyebutan namanya di Data 1 dan Data 2. Di Data 1, ia dipanggil dengan Wrigu, sedangkan pada Data 2 ia dipanggil dengan nama Brigu. Perbedaan agaknya didasarkan oleh perbedaan membaca aksara sansekerta. Pada sansekerta, aksara “ba” dan “va” mempunyai bentuk yang mirip dan hanya punya perbedaan satu garis kecil yang melintang di tengah. Dapat diperhatikan: “ब” (ba) dan “व” (va).

Dengan demikian, menggali dan membandingkan cerita-cerita rakyat seperti kisah Dewi Sri dari sumber yang berbeda seperti yang telah dituliskan di atas, kita tidak hanya menemukan hiburan semata, tetapi juga harta karun budaya yang kaya akan makna dan kearifan lokal. Melalui berbagai variasi dan interpretasi, cerita-cerita ini tetap hidup dan terus bertransformasi, memperkaya warisan budaya kita. Dari buku hingga media digital seperti YouTube, cerita-cerita ini tetap menginspirasi dan memberi pelajaran bagi generasi masa kini.

Sebagai bagian dari warisan budaya yang tak ternilai, cerita Dewi Sri mengajarkan tentang hubungan manusia dengan alam, nilai-nilai keluarga, dan kekuatan kesetiaan serta pengorbanan. Melalui perjalanan Dewi Sri, kita belajar bahwa kebijaksanaan dan kebaikan hati bisa menjadi kekuatan yang mengubah takdir, bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.

Oleh karena itu, melalui penelusuran dan penghormatan terhadap cerita-cerita rakyat, kita tidak hanya mempertahankan warisan leluhur, tetapi juga merenungkan makna-makna yang relevan bagi kehidupan kita saat ini. Dengan demikian, mari kita terus menjaga dan merawat warisan budaya ini, agar cerita-cerita luhur seperti Dewi Sri tetap hidup dan menginspirasi generasi-generasi mendatang.

--

--

Zanell
Zanell

Written by Zanell

Write to learn, learn to write

No responses yet